Bantah Terlibat Pengusiran Nenek 80 Tahun di Surabaya, Ormas Madas Nonaktifkan Anggota

By Shandi March
27 Dec 2025
Momen pengusiran paksa terhadap Elina, seorang lansia berusia 80 tahun di Surabaya oleh oknum diduga anggota Organisasi masyarakat Madura Asli Sedarah (Madas). (IG@cakji)
LBJ - Polemik dugaan pengusiran paksa terhadap seorang lansia berusia 80 tahun di Surabaya terus bergulir. Organisasi masyarakat Madura Asli Sedarah (Madas) angkat bicara dan membantah keterlibatan institusional dalam peristiwa yang menimpa Elina Widjajanti, nenek yang diduga dikeroyok dan dipaksa keluar dari rumahnya tanpa putusan pengadilan.
Ketua Umum DPP Madas, Moh Taufik, menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan dan pengusiran paksa tidak sejalan dengan nilai organisasi yang dipimpinnya.
"Yang pertama tentu yang kami sesali dan memang saya pribadi sebagai Ketua Umum Madas ini sangat sangat prihatin kejadian ini. Kami sangat tidak setuju tindakan-tindakan itu," kata Taufik saat dikonfirmasi, Jumat (26/12).
Baca juga : Aksi Buang Sampah Mahasiswa UMJ, Benyamin Davnie Jadi Sorotan
Taufik menegaskan Madas tidak pernah memerintahkan atau terlibat dalam peristiwa yang terjadi pada Agustus 2025 tersebut.
Namun, ia mengakui terdapat satu individu berinisial Y yang diduga ikut dalam aksi pengusiran, meski saat kejadian berlangsung, yang bersangkutan belum tercatat sebagai anggota resmi Madas.
Menurut Taufik, Y baru bergabung dengan Madas pada Oktober 2025, dua bulan setelah peristiwa pengusiran terjadi. Meski begitu, pimpinan organisasi tetap mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan Y sembari menunggu proses hukum berjalan.
"Saya sudah memanggil anggota yang diduga terlibat itu. Namun pada saat itu dia belum menjadi anggota kami. Dia siap dan sudah kita nonaktifkan sekarang karena kami tidak mentolerir tindakan amoral itu," ucapnya.
Ia juga membantah tudingan bahwa Y menggunakan atribut resmi Madas saat kejadian. Taufik menyebut pakaian merah yang dikenakan pelaku tidak memuat simbol atau identitas organisasi.
Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Sikap Represif TNI dalam Aksi Warga Aceh: Dinilai Langgar Konstitusi dan UU
"Sementara dinonaktifkan kita menunggu proses hukum yang ada. Karena di internal dia sudah membuktikan bahwa dia tidak membawa Madas dan dia tidak memakai atribut Madas dan kita bisa buktikan itu ini bajunya. Ini videonya yang lengkap. Itu tidak ada atribut Madas apapun," ujar dia.
Lebih lanjut, Taufik mengatakan pihaknya telah berupaya menemui Elina untuk menyampaikan empati sekaligus meluruskan posisi organisasi, namun upaya tersebut belum diterima pihak keluarga korban.
Meski demikian, Madas menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
"Saya sebagai Ketua Umum Madas mendorong penuh pihak kepolisian, pihak aparat dan siapapun itu untuk melakukan memproses hal ini dengan proses hukum yang ada," katanya.
Taufik juga menjelaskan bahwa Madas selama ini berfokus pada kegiatan pemberdayaan masyarakat Madura melalui program sosial, kesehatan, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Baca juga : KY Tegaskan Tiga Hakim Kasus Tom Lembong Terbukti Langgar Etik
"Ada kegiatan sosial, kesehatan, kita punya ambulans, kita punya klinik kesehatan dan membuat sebuah pelatihan-pelatihan berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kualitas SDM daripada orang Madura," ucapnya.
Meski demikian, ia mengakui masih terdapat oknum yang berperilaku menyimpang dari nilai organisasi dan norma sosial. Ia menyatakan keterbukaan terhadap kritik publik.
"Kami memaklumi [pandangan miring yang muncul dari masyarakat], dan saya terbuka sebagai, sebagai ketua umum, ini membuka kritik saran apapun yang baik untuk kami. Kami tidak antikritik," kata Taufik.
"Bahwa kami semua menerima bahwa ada orang-orang kami yang yang cenderung SDM-nya rendah yang diduga melakukan tindakan-tindakan di luar daripada norma-norma yang ada, ya kami akui itu dan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tetapi kami punya iktikad baik. Bahwa kami ingin melakukan yang terbaik untuk mendorong dan mendukung program-program daripada pemerintah," tambahnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Elina Widjajanti, Wellem Mintarja, menyatakan kliennya mengalami pengusiran paksa disertai kekerasan. Ia menyebut rumah korban di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, diratakan dengan tanah tanpa dasar hukum.
"30 orangan yang diduga melakukan pengusiran secara paksa, terus kemudian melakukan eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan," kata Wellem, Jumat (26/12).
Polda Jawa Timur menyatakan telah memproses laporan tersebut dan memeriksa sejumlah saksi. Peristiwa ini juga menarik perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji yang mendorong penegakan hukum secara tegas.
"Kan ini kasusnya sudah masuk ke Polda saja, dilanjutkan dulu saja agar bisa diusut tuntas," kata Armuji.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini
