Lonjakan Penipuan Digital Saat Libur Nataru, Phishing hingga Deepfake Makin Marak

By Shandi March
26 Dec 2025
Ilustrasi modus penipuan pishing pada telepon seluler. (X@BankIndonesia)
LBJ - Lonjakan transaksi digital menjelang libur Natal dan Tahun Baru kembali memicu peringatan serius soal keamanan siber. Aktivitas belanja yang meningkat drastis membuka peluang besar bagi pelaku kejahatan digital untuk melancarkan berbagai modus penipuan, mulai dari phishing klasik hingga penipuan berbasis kecerdasan buatan atau deepfake.
Masyarakat Indonesia diperkirakan menggelontorkan dana hingga Rp120 triliun selama periode libur akhir tahun. Di balik perputaran uang yang masif tersebut, ancaman kejahatan siber ikut membayangi dan berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi korban yang lengah.
Data dari penyedia layanan identitas digital VIDA mencatat kerugian akibat penipuan digital mencapai Rp8,2 triliun dalam satu tahun terakhir. Dari total kerugian tersebut, hanya 4,76 persen dana korban yang berhasil diselamatkan.
Baca juga : Berkedok Relawan, Seorang Pria Diduga Provokasi Warga Aceh dan Bawa Senpi
Sementara itu, Indonesia Anti-Scam Center (IASC) mencatat 373.129 laporan penipuan sejak November 2024 hingga 30 November 2025. Angka ini setara dengan rata-rata 874 laporan setiap hari. Dari 619.394 rekening yang terindikasi terlibat penipuan, aparat dan lembaga terkait baru berhasil memblokir 117.301 rekening.
Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, menegaskan bahwa perlindungan identitas digital kini menjadi kunci utama keamanan finansial masyarakat.
"Identitas digital adalah gerbang utama keamanan finansial kita. Dengan rata-rata 874 laporan penipuan setiap hari, kita tidak bisa lagi mengandalkan metode pengamanan tradisional yang mudah dibobol seperti OTP berbasis SMS," ujarnya.
VIDA menjelaskan bahwa periode liburan seperti Natal dan Tahun Baru menciptakan situasi ideal bagi penjahat siber. Konsumen cenderung terburu-buru, lengah, dan lebih sering menggunakan jaringan internet publik. Kondisi ini membuat metode pengamanan berbasis OTP SMS menjadi sasaran empuk.
Berdasarkan temuan VIDA, 80 persen pembobolan akun terjadi akibat kelemahan OTP berbasis SMS atau teknik phishing. Sistem keamanan yang selama ini dipercaya justru berubah menjadi celah paling rentan.
Baca juga :Doktif Jadi Tersangka, Polisi Jadwalkan Mediasi dengan Richard Lee
Ancaman lain datang dari lonjakan penipuan berbasis AI deepfake. VIDA mencatat peningkatan hingga 1.550 persen untuk kasus penipuan yang memanfaatkan teknologi AI Voice Cloning. Pelaku meniru suara keluarga, atasan, hingga pejabat dengan tingkat kemiripan mencapai 99 persen, lalu meminta korban segera mentransfer dana.
Catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menunjukkan puluhan ribu laporan terkait penipuan telepon palsu, shopping scam, dan penipuan investasi. Total kerugian dari tiga modus tersebut telah melampaui Rp4 triliun.
Masalah lain yang memperparah situasi adalah keterlambatan pelaporan. Rata-rata korban di Indonesia baru melaporkan penipuan setelah 12 jam, jauh tertinggal dibanding negara lain yang melapor dalam 15–20 menit. Keterlambatan ini membuat dana korban cepat berpindah tangan dan sulit dilacak.
Bank Indonesia (BI), OJK, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) kembali mengingatkan masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan, terutama dalam menjaga identitas digital selama periode liburan panjang.
Sebagai langkah pencegahan, sejumlah praktik keamanan digital dianjurkan, seperti menghindari Wi-Fi publik untuk transaksi, memverifikasi permintaan darurat melalui kontak resmi, mewaspadai tekanan urgensi, memeriksa detail transfer dengan teliti, serta beralih ke autentikasi biometrik yang lebih tahan terhadap manipulasi deepfake.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini
