Menkeu Purbaya Ungkap Negara Rugi Rp25 T Akibat UU Ciptaker

By Shandi March
10 Dec 2025
UU Ciptakerja dibuat oleh Pemerintahan Jokowi dan disahkan oleh DPR, dibongkar oleh Menteri Purbaya. (X@Must_r77)
LBJ — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap fakta mengejutkan terkait dampak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terhadap penerimaan negara.
Ia menyebut aturan tersebut membuat negara harus menanggung restitusi pajak batu bara hingga Rp25 triliun setiap tahun, angka yang membuat pemasukan negara justru berubah negatif.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Senin (8/12), Purbaya menjelaskan akar persoalan ini terjadi lantaran perubahan status batu bara menjadi barang kena pajak (BKP). Perubahan ini memicu perusahaan tambang mengajukan restitusi PPN dalam jumlah besar.
Baca juga : Polisi Ajak Korban WO Ayu Puspita Segera Melapor ke Pusat Layanan Pengaduan
“Pada waktu Undang-Undang Cipta Kerja 2020 diterapkan jadi membuat status batu bara dari non barang kena pajak menjadi barang kena pajak akibatnya industri batu bara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah, itu sekitar Rp25 triliun per tahun,” ujar Purbaya, Senin (8/12) lalu.
Menurutnya, meskipun perusahaan tambang mengeluarkan biaya produksi tinggi, nilai restitusi yang harus dibayarkan negara tetap sangat besar. Hal itu membuat saldo penerimaan negara dari sektor batu bara tidak lagi positif.
“Net income kita dari industri batu bara bukannya positif malah dengan pajak segala macam jadi negatif,” tegasnya.
Purbaya juga menilai situasi ini tidak sesuai dengan prinsip keadilan ekonomi. Ia menegaskan bahwa negara seolah memberi subsidi tidak langsung kepada industri raksasa yang keuntungan ekspornya tinggi.
“Ini orang kaya, ekspor untungnya banyak, saya subsidi kira-kira secara enggak langsung,” ucapnya.
Baca juga : Delapan Saksi Diinterogasi Polisi dalam Kasus Kebakaran Terra Drone Jakarta
Untuk mengatasi tekanan fiskal tersebut, pemerintah menyiapkan kebijakan baru berupa pemungutan bea keluar batu bara dan emas.
Kebijakan ini dinilai sebagai koreksi agar penerimaan negara kembali stabil tanpa mengganggu daya saing industri.
“Artinya apa? Jadi sisi daya saing di pasar global tidak akan berkurang karena hanya seperti sebelumnya saja, 2020 sebelumnya seperti itu dan mereka bisa bersaing,” jelas Purbaya.
Ia mengungkap bahwa restitusi batu bara menjadi salah satu alasan penurunan penerimaan pajak tahun ini.
“Makanya kenapa pajak saya tahun ini turun karena bea restitusi cukup besar,” katanya.
Sebagai solusi jangka pendek dan menutup potensi defisit tahun depan, pemerintah merencanakan pemungutan bea keluar emas sebesar 7,5–15 persen dan batu bara sebesar 1–5 persen.
Baca juga : Ini Klarifikasi Wamentan soal Bantuan Beras Rp60 Ribu per Kg untuk Korban Banjir Sumatra
Dari kebijakan ini, pemerintah menargetkan penerimaan tambahan sekitar Rp23 triliun per tahun, dengan Rp20 triliun berasal dari batu bara dan Rp3 triliun dari emas.
Purbaya menegaskan bahwa kebijakan baru ini diarahkan untuk mengurangi beban anggaran yang selama ini dianggap tidak proporsional terhadap keuntungan besar industri batu bara, terlebih ketika harga komoditas sedang tinggi.
Melalui UU Cipta Kerja, batu bara ditetapkan sebagai barang kena pajak sejak 2 November 2020, sehingga industri memiliki hak untuk mengajukan restitusi PPN.
Kebijakan baru ini diharapkan dapat memperbaiki struktur penerimaan negara sekaligus menjaga kestabilan fiskal di tahun mendatang.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini
