Istana Pertanyakan Substansi Gugatan UU TNI ke MK
By Cecep Mahmud
30 Apr 2025

Mensesneg Prasetyo Hadi menilai bahwa secara substansi, tidak ada lagi poin yang menonjol untuk dipermasalahkan dalam UU TNI hasil revisi. (tangkap layar X)
LBJ - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi memberikan tanggapan terkait gugatan terhadap Undang-Undang (UU) TNI hasil revisi yang diajukan oleh mahasiswa dan sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Prasetyo Hadi mempertanyakan substansi apa lagi yang dipermasalahkan dalam gugatan tersebut.
"Kalau gugatan sebagai sebuah hak ya diperbolehkan, tapi apa lagi yang mau digugat? Semua sudah diberikan penjelasan, pasal-pasal atau poin-poin perubahan di situ juga sudah diberikan penjelasan ke publik gitu," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).
Mensesneg menilai bahwa secara substansi, tidak ada lagi poin yang menonjol untuk dipermasalahkan dalam UU TNI hasil revisi. Meskipun demikian, pemerintah menghormati hak warga negara untuk mengajukan gugatan dan menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Gugatan UU TNI Revisi di MK Terus Bertambah, Sentuh Delapan Perkara
"Dan rasa-rasanya ya tidak lagi yang menonjol secara substansi ya, tapi kalau ada yang menggugat ya monggo ya, silakan, nanti dipelajari," tambahnya.
Sebelumnya, UU TNI hasil revisi diajukan gugatan ke MK oleh dua orang mahasiswa bernama Hidayatuddin dan Respati Hadinata. Dalam gugatan nomor 58/PUU-XXIII/2025 tersebut, para penggugat meminta MK untuk membatalkan UU TNI hasil revisi dan menghukum Presiden serta para Anggota DPR.
Dalam dokumen permohonannya, mereka mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Para pemohon berargumen bahwa pengesahan RUU TNI dalam rapat DPR bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Para mahasiswa tersebut menilai bahwa proses pembahasan revisi UU TNI tidak dilakukan secara transparan. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa UU TNI yang baru tidak memberikan penjelasan yang detail mengenai penyelesaian konflik komunal.
Baca juga: ICW Soroti Potensi Pemborosan Anggaran Program Makan Bergizi Gratis
Sebagai bentuk kerugian yang mereka rasakan sebagai pembayar pajak, para pemohon juga mengajukan tuntutan ganti rugi terkait pengesahan revisi UU TNI. Mereka merasa hak konstitusionalnya dilanggar oleh pembentuk UU dalam proses pembahasan dan pengesahan yang dianggap tidak transparan serta tidak sesuai aturan.
Dalam petitumnya, pemohon meminta Presiden untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 25 miliar. Selain itu, mereka juga meminta MK untuk menghukum Pimpinan dan masing-masing Anggota Badan Legislasi DPR RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 5 miliar.
Sikap Istana yang mempertanyakan substansi gugatan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara pemerintah dan para penggugat terkait proses dan isi dari UU TNI hasil revisi. Proses selanjutnya di Mahkamah Konstitusi akan menentukan nasib dari undang-undang tersebut.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini