Hubungan India-Pakistan Memanas Pascaserangan Turis di Kashmir
By Cecep Mahmud
25 Apr 2025

Kedua negara memulai pergerakan militer menuju perbatasan. (tangkap layar X)
LBJ - Hubungan antara India dan Pakistan kembali memanas ke titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Pemicunya adalah serangan mematikan terhadap wisatawan di wilayah Kashmir yang dikuasai India pada Selasa (22/04). Pemerintah India menuding kelompok militan yang disebut mendapat dukungan dari Pakistan bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Sebagai respons, sejak Rabu (23/04), India mengambil langkah diplomatik dengan menurunkan hubungan dengan Pakistan. India juga menutup salah satu perbatasan utama kedua negara.
Selain itu, India menyatakan akan menangguhkan perjanjian pembagian air hingga Pakistan secara kredibel dan permanen menghentikan dukungan terhadap terorisme lintas batas.
Menteri Luar Negeri Pakistan, Ishaq Dar, pada Kamis (24/04), menantang India untuk memberikan bukti keterlibatan Pakistan dalam serangan yang menewaskan 26 orang di dekat kota Pahalgam.
Baca juga: Trump Kritik Keras Serangan Rusia ke Kyiv, Desak Putin Berhenti!
"India terus-menerus aksi permainan saling menyalahkan. Jika ada bukti keterlibatan Pakistan dalam insiden Pahalgam, kami mendesak mereka untuk memberikannya kepada kami dan komunitas internasional," tegas Dar.
Sementara itu, Perdana Menteri India, Narendra Modi, dalam pidatonya pada Kamis menyatakan bahwa India akan "mengidentifikasi, melacak, dan menghukum setiap teroris serta para pendukungnya."
Serangan ini dinilai mengejutkan India karena menyasar warga sipil, menandai eskalasi dari serangan sebelumnya di Kashmir yang sebagian besar menargetkan pasukan keamanan.
Laporan media lokal India menyebutkan bahwa terdapat lima hingga enam penyerang yang melepaskan tembakan selama sekitar 10 menit di tiga lokasi di padang rumput Baisaran, Pahalgam.
Para penyerang dilaporkan muncul dari hutan pinus terdekat dengan membawa senapan. Beberapa saksi mata yang selamat mengatakan bahwa para penyerang mendekati turis dan menanyakan agama mereka. Mereka kemudian diminta membaca ayat-ayat Alquran. Jika gagal, mereka ditembak.
India dan Pakistan sama-sama mengklaim seluruh wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim. Namun, kenyataannya, masing-masing negara hanya menguasai sebagian wilayah tersebut, menjadikannya daerah rawan konflik.
Baca juga: Keji! Blokade Bantuan Israel Biarkan Warga Gaza Merana di Tengah Bombardir
Selama beberapa dekade, kelompok pemberontak terus melakukan perlawanan di wilayah Kashmir yang dikuasai India. India menuduh kelompok-kelompok ini didukung oleh Pakistan, namun Pakistan selalu membantah tuduhan tersebut.
Pakistan merespons langkah India dengan keras. Setelah pertemuan keamanan tingkat tinggi pada Kamis (24/04), kantor Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, menyatakan bahwa setiap upaya India untuk mengalihkan aliran Sungai Indus akan dianggap sebagai "tindakan perang."
Perjanjian Air Indus, yang ditengahi oleh Bank Dunia dan ditandatangani pada tahun 1960, mengatur pembagian air dari Sungai Indus dan anak sungainya. Pakistan sangat bergantung pada aliran air dari Kashmir yang dikuasai India. Meskipun terjadi beberapa kali perang dan bentrokan, perjanjian ini tidak pernah ditangguhkan sebelumnya.
Menurut laporan Reuters, penangguhan perjanjian ini mungkin tidak berdampak langsung pada aliran air ke Pakistan karena keterbatasan kapasitas penyimpanan air India. Namun, hal ini dapat mempengaruhi pertukaran informasi terkait kondisi air.
Pakar hukum internasional yang berbasis di Pakistan, Osama Malik, menyatakan bahwa meskipun perlu dimodifikasi karena perubahan iklim, perjanjian ini tetap efektif bahkan saat perang dan penangguhan sepihak tidak diperbolehkan. Malik juga memperingatkan potensi kekeringan dan krisis pangan di Pakistan jika India mengurangi aliran air secara sepihak.
Kekhawatiran di Pakistan semakin meningkat dengan adanya kemungkinan serangan militer yang diutarakan oleh pejabat India. Analis pertahanan yang berbasis di Islamabad, Maria Sultan, menyebut penangguhan perjanjian air sebagai "strategi yang berbahaya" dan tindakan perang.
Warga dari kedua negara menkhawatirkan terhadap potensi konflik bersenjata. Analis hubungan internasional, Maleeha Lodhi, menyarankan pembentukan jalur komunikasi belakang untuk meredakan ketegangan.
Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Muhammad Asif, menyatakan kesiapan negaranya jika India meningkatkan intensitas konflik. Peneliti dari Brookings Institution, Madiha Afzal, menilai situasi saat ini sangat berbahaya dan tindakan punitif India, terutama penangguhan Perjanjian Air Indus, menunjukkan betapa rapuhnya hubungan kedua. ***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini